Tujuan Hukum Acara Pidana
Tujuan Hukum Pidana
Tujuan
hukum pidana antara lain dapat dibaca pada pedoman pelaksanaan KUHP yang
dikeluarkan oleh Menteri Kehakiman sebagai berikut.
"Tujuan
dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau
setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang
selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan
hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujaun untuk mencari siapakah
pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan
selanjutnaya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadialan agama menemukan
apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang
didakwa itu dapat dipersalahkan.”
Ini merupakan suatu kalimat yang terlalu
panjang, yang mestinya dapat disingkat. Penulis tidak dapat menyetujui bagian
kalimat yang berbunyi: “……Setidak-tidaknya mendekati kebenaran. “Kebenaran itu
harus didapatkan dalam menjalankan hukum acara pidana. Umumnya para penulis
menyebut “mencari kebenaran materiil”, merupakan tujuan hukum acara pidana. Akan
tetapi, usaha hakim menemukan kebenaran materill itu dibatasi oleh surat
dakwaan jaksa. Hakim tidakk dapat menuntut supaya jaksa mendakwa dengan dakwaan
lain atau menambah perbuatan yang didakwakan.
Dalam batas surat dakwaan itu, hakim
harus benar-benar tidak boleh puas denagn kebenaran formal. Untuk memperkuat
keyakiannya, hakim dapat meminta bukti-bukti dari kedua pihak, yaitu terdakwa
dan penuntut umum, begitu pula saksi-saksi yang diajukan kedua pihak.
Hakim dalam mencari kebenaran materill,
ia tidak mesti melemparkan sesuatu pembuktian kepada hakim perdata. Putusan hakim
perdata tidak mengikuti hakim pidana. Meskipun KUHP tidak mengatakan hal ini,
namun dapat diketahui dari doktrin dan dalam Memorie Van Toeliching Ned Sv Dijelaskan hal itu.[1]
Van Bemmelen mengemukakan tiga fungsi
hukum acara pidana yaitu sebagai berikut :
1.
Mencari dan menentukan kebenaran.
2.
Pemberian keputusan oleh hakim.
3.
Pelaksanaan keputusan.[2]
Dari ketiga fungsi diatas, yang paling
penting karena menjadi tumpuan kedua fungsi berikutnya, ialah “mencari
kebenaran”. Setelah menemukan kebenaran yang diperoleh melalui alat bukti dan bahan
bukti itulah, hakim akan sampai kepada putusan (yang seharusnya adil dan
tepat), yang kemudian dilaksanakan oleh jaksa.
Karena
fungsi yang pertama itu sangat penting, maka definisi hukum acara pidana yang
tidak menyebut itu sebagai suatu kekurangan, misalnya rumusan de Bosch Kemper: “Keseluruhan
asas-asas dan peraturan undang-undang mengenai mana Negara menjalankan
hak-haknya karena terjadi pelanggaran undang-undang pidana,”[3] kelihatan
kurang lengkap.
Menurut
undang-undang tentang kekuasaan kehakiman (UU No. 4 Tahun 2004, Pasal 36 ayat
(4) pelaksanaan keputusan tersebut harus berdasarkan perikemanusiaan dan
keadilan.
Menurut
pendapat penulis, tujuan hukum acara pidana mencari kebenaran itu hanyalah
merupakan tujuan antara tujuan akhir sebenarnya adalah mencapai suatu
ketertiban, ketentraman, kedamaian, keadillan dan kesejahteraan dalam
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Hamzah,
Andi. 2012. Hukum Acara Pidana Indonesia.
Jakarta: Sinar Grafika
Komentar
Posting Komentar